Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut |
|
---|---|
Lambang Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut |
|
Didirikan | 10 September 1945 |
Negara | Indonesia |
Tipe unit | Angkatan Laut |
Jumlah personil | 74,000[1] (2011) |
Bagian dari | Tentara Nasional Indonesia |
Motto | Jalesveva Jayamahe (Sanskrit, lit:"Di Laut Kita Jaya") |
Kapal perang dan perlengkapannya | 150[2] (2012) |
Pertempuran | Pertempuran Laut Aru |
Komando tempur | |
Kepala Staf Angkatan Laut | Laksamana Marsetio[3][4] |
Lencana | |
Bendera Kapal | |
Roundel | |
Situs resmi | |
Situs | http://www.tnial.mil.id/ |
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (atau biasa disingkat TNI Angkatan Laut atau TNI-AL) adalah salah satu cabang angkatan perang dan merupakan bagian dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bertanggung jawab atas operasi pertahanan negara Republik Indonesia di laut.
TNI Angkatan Laut dibentuk pada tanggal 10 September 1945 yang pada saat dibentuknya bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR Laut) yang merupakan bagian dari Badan Keamanan Rakyat.
TNI Angkatan Laut dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) yang menjadi pemimpin tertinggi di Markas Besar Angkatan Laut (MABESAL). KASAL saat ini dijabat oleh Laksamana TNI Marsetio.
Kekuatan TNI-AL saat ini terbagi dalam 2 armada, Armada Barat yang berpusat di Tanjung Priok, Jakarta dan Armada Timur yang berpusat di Tanjung Perak, Surabaya, serta satu Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil). Selain itu juga membawahi Korps Marinir.
Sejarah TNI-AL
Sejarah TNI-AL dimulai tanggal 10 September 1945, setelah masa awal diproklamasikannya kemerdekaan negara Indonesia, administrasi pemerintah awal Indonesia mendirikan Badan Keamanan Rakyat Laut (BKR Laut). BKR Laut dipelopori oleh pelaut-pelaut veteran Indonesia yang pernah bertugas di jajaran Koninklijke Marine (Angkatan Laut Kerajaan Belanda) di masa penjajahan Belanda dan Kaigun di masa pendudukan Jepang.Terbentuknya organisasi militer Indonesia yang dikenal sebagai Tentara Keamanan Rakyat (TKR) turut memacu keberadaan TKR Laut yang selanjutnya lebih dikenal sebagai Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), dengan segala kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya. Sejumlah Pangkalan Angkatan Laut terbentuk, kapal-kapal peninggalan Jawatan Pelayaran Jepang diperdayakan, dan personel pengawaknya pun direkrut untuk memenuhi tuntutan tugas sebagai penjaga laut Republik yang baru terbentuk itu. Kekuatan yang sederhana tidak menyurutkan ALRI untuk menggelar Operasi Lintas Laut dalam rangka menyebarluaskan berita proklamasi dan menyusun kekuatan bersenjata di berbagai tempat di Indonesia. Disamping itu mereka juga melakukan pelayaran penerobosan blokade laut Belanda dalam rangka mendapatkan bantuan dari luar negeri.
Selama 1949-1959 ALRI berhasil menyempurnakan kekuatan dan meningkatkan kemampuannya. Di bidang Organisasi ALRI membentuk Armada, Korps Marinir yang saat itu disebut sebagai Korps Komando Angkatan Laut (KKO-AL), Penerbangan Angkatan Laut dan sejumlah Komando Daerah Maritim sebagai komando pertahanan kewilayahan aspek laut.
Pada 1990-an TNI AL mendapatkan tambahan kekuatan berupa kapal-kapal perang jenis korvet kelas Parchim, kapal pendarat tank (LST) kelas 'Frosch', dan Penyapu Ranjau kelas Kondor. Penambahan kekuatan ini dinilai masih jauh dari kebutuhan dan tuntutan tugas, lebih-lebih pada masa krisis multidimensional ini yang menuntut peningkatan operasi namun perolehan dukungannya sangat terbatas. Reformasi internal di tubuh TNI membawa pengaruh besar pada tuntutan penajaman tugas TNI AL dalam bidang pertahanan dan keamanan di laut seperti reorganisasi dan validasi Armada yang tersusun dalam flotila-flotila kapal perang sesuai dengan kesamaan fungsinya dan pemekaran organisasi Korps Marinir dengan pembentukan satuan setingkat divisi Pasukan Marinir-I di Surabaya dan setingkat Brigade berdiri sendiri di Jakarta.
Tugas TNI Angkatan Laut
Sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI Pasal 9, Angkatan Laut bertugas:- melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;
- menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;
- melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah;
- melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut;
- melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.
Organisasi
TNI-AL berada di bawah Markas Besar TNI. Perwira tersenior Angkatan Laut, Kepala Staf TNI Angkatan Laut, adalah perwira tinggi berbintang empat dengan pangkat Laksamana mengepalai Angkatan Laut di bawah Panglima TNI.
Kepala staf
Sejarah
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) menggelar sidang pada tanggal 22 Agustus 1945 yang memutuskan untuk membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR). Tujuan dibentuk BKR adalah untuk menampung bekas anggota PETA dan Heiho yang dibubarkan pemerintah Jepang.Kemudian secara serempak baik di pusat maupun di daerah-daerah para pemuda membentuk BKR-BKR yang awalnya bukan organisasi tentara, dengan tujuan untuk menghindari bentrokan dengan pihak penjajahan Jepang. Para pemuda yang berjiwa bahari seperti SPT (Sekolah Pelayaran Tinggi) dan SPI (Serikat Pelayaran Indonesia) dan pelaut-pelaut Jawa Unko Kaisya kemudian mengkoordinir seluruh pemuda pelaut-pelaut Indonesia lainnya dan membentuk BKR Laut pada tanggal 10 September 1945.
Setelah diresmikannya BKR Laut Pusat oleh Komite Nasional Indonesia (KNIP) tanggal 10 September 1945, kemudian disusun Staf Umum BKR Laut Pusat, yang dipimpin oleh Mas Pardi sebagai Ketua Umum dengan anggotanya yaitu Adam, R.E. Martadinata, Ahmad Hadi, Surjadi, Oentoro Koesmardjo dan Darjaatmaja.
Tanggal 5 Oktober 1945 dibentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merupakan peningkatan dari BKR, maka secara resmi BKR Laut berubah menjadi TKR Laut.
Situasi Jakarta yang cukup rawan, tanggal 10 November 1945 pemerintah mengeluarkan putusan untuk memindahkan TKR laut ke luar kota sesuai dengan kehendak pemerintah untuk menjadikan Jakarta sebagai kota diplomasi dan tidak menginginkan Jakarta menjadi daerah pertempuran seperti yang dialami Kota Surabaya.
Selanjutnya Markas Tertinggi TKR Laut yang berkedudukan di Yogyakarta setelah perubahan nama mengadakan penyempurnaan organisasi antara lain: Markas tertinggi TKR Laut di Yogjakarta dipimpin Laksamana III M. Pardi, Divisi I TKR Laut Jawa barat berkedudukan di Cirebon dipimpin Laksamana III M. Adam dan Divisi TKR II Jawa Tengah berkedudukan di Purworejo pimpinan Laksamana M. Nasir
Karena kondisi yang serba terbatas dan tidak kondusif, perkembangan TKR Laut di Jawa Timur yang seharusnya menerima instruksi-instruksi dari TKR Laut Yogjakarta, akhirnya mempunyai perkembangan sendiri yang membawa pada suatu dualisme.
Untuk menyatukan semua pihak dan aliran yang terdapat dalam lingkungan TKR Laut dibentuk suatu Komisi Penyelenggaraan Susunan Baru Markas Tertinggi TKR yang anggotanya terdiri dari unsur-unsur pimpinan Yogjakarta, Lawang dan Kementerian Pertahanan. Susunan komisi ketua R.S. Ahmad Sumadi dengan anggota Adam, M. Nasir, Katamudi, Moch. Affandi yang disyahkan oleh Menteri Pertahanan Amir Sjarifudin dengan disaksikan Wakil Presiden Mohammad Hatta, Jaksa Agung Mr. Kasman Singodimedjo, Kepala Staf Umum TKR Urip Sumohardjo.
Kemudian komisi ini menyelenggarakan sidang pertama kali tanggal 25 dan 26 Januari 1946 dan mengambil beberapa keputusan antara lain :
- Mengangkat Atmadji sebagai Pemimpin Umum TKR laut dan ditempatkan pada kementerian Pertahanan
- Untuk Koordinasi sepenuhnya antara beberapa pihak dan aliran dalam TKR laut diputuskan untuk mengangkat M. Nazir sebagai Kepala Staf Umum dengan dibantu M. Pardi dan Gunadi dengan ketentuan ketiganya tidak boleh diadakan perbedaan pangkat. Ketiga pimpinan tersebut diwajibkan untuk menyusun staf TKR laut dengan sebaik-baiknya.
Setelah itu MBU ALRI mengalami perubahan kembali, dengan diangkatnya Laksamana III Mohammad Nazir sebagai Panglima Angkatan Laut Indonesia (ALRI) yang bertugas sebagai pemegang komando tertinggi angkatan laut.
Sesuai dengan Penetapan Presiden No. 1 tanggal 2 Januari 1948, tentang reorganisasi dan rasionalisasi ALRI, Menteri Pertahanan Mohammad Hatta membentuk Komite Reorganisasi ALRI (KRAL) pada tanggal 17 Maret 1948 dan mengangkat Kolonel R. Soebijakto sebagai Ketua KRAL. Setelah selesai menjalankan tugasnya, KRAL dibubarkan pada akhir April 1948, dan Soebijakto diangkat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Laut.
Pangkalan Utama Angkatan Laut
Penomoran lantamal diubah menjadi berurutan dari Lantamal I sampai XI sesuai lokasi dari barat ke timur pada 1 Agustus 2006 seiring dengan peresmian Pangkalan Angkatan laut (Lanal) Teluk Bayur, Kota Padang, Sumatera Barat menjadi Pangkalan Utama Angkalan Laut (Lantamal) II.Kekuatan TNI Angkatan Laut tersebar di beberapa Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) yang berada di bawah dua komando utama armada yaitu:
- Komando Armada RI Kawasan Barat
- Pangkalan Utama I (Lantamal I) di Belawan, membawahi Pangkalan Angkatan Laut, meliputi Sabang, dan Dumai, Lhokseumawe, Tanjung Balai Asahan dan Simeulue. Satu Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Sabang, dan dua fasilitas pemeliharaan dan perbaikan (Fasharkan) di Sabang, Belawan. Lantamal ini rencananya akan dipindahkan ke Lhokseumawe, Aceh. Saat ini Danlantamal I dijabat oleh Laksma TNI Didik Wahyudi, S.E
- Pangkalan Utama II (Lantamal II) di Padang membawahi Lanal Sibolga, Gunungsitoli (rencana), Mentawai (rencana), dan Bengkulu. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal II merupakan sebutan untuk Lantamal III Jakarta. Saat ini Danlantamal II dijabat oleh Brigjen TNI Mar Gatot Subroto
- Pangkalan Utama III (Lantamal III) di Jakarta, membawahi 6 Pangkalan Angkatan Laut, meliputi Palembang, Cirebon, Panjang, Banten, Bandung, dan Bangka Belitung. Selain itu, memiliki satu fasilitas pemeliharaan dan perbaikan di Pondok Dayung, Jakarta. Fasharkan Pondok Dayung ini sekarang memiliki kemampuan membuat kapal patroli jenis KAL ukuran 28-35 meter. Satu Lanudal di Pondok Cabe jakarta Selatan. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal III merupakan sebutan untuk Lantamal V Surabaya. Saat ini Danlantamal III dijabat oleh Brigjen TNI Mar Ikin Sodikin
- Pangkalan Utama IV (Lantamal IV) di Tanjungpinang membawahi 6 Pangkalan Angkatan Laut, yaitu Batam, Pontianak, Tarempa, Ranai, Tanjung Balai Karimun, dan Dabo Singkep. Lantamal Tanjung Pinang memiliki satu fasilitas pemeliharaan dan perbaikan (Fasharkan) di Mentigi yang punya kemampuan membuat kapal patroli (KAL) 12, 28, dan 35 meter. Di samping itu, memiliki 2 Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) berada di Matak, Kepulauan Natuna, dan di Tanjungpinang/Kijang. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal IV merupakan sebutan untuk Lantamal VI Makassar. Saat ini Danlantamal IV dijabat oleh Laksma TNI Agus Heryana
- Komando Armada RI Kawasan Timur
- Pangkalan Utama V (Lantamal V) di Surabaya membawahi tujuh Pangkalan Angkatan Laut satu Denal, meliputi Tegal, Cilacap, Semarang, Denal Yogyakarta, Malang, Banyuwangi, Denpasar dan Batuporon . Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal V merupakan sebutan untuk Lantamal X Jayapura.Membawahi Lanudal Juanda dan Fasharkan Surabaya. Saat ini Danlantamal V dijabat oleh Laksma TNI Sumadi
- Pangkalan Utama VI (Lantamal VI) di Makassar, membawahi Pangkalan Angkatan Laut Kendari, Palu, Balikpapan, Kotabaru, dan Banjarmasin. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal VI merupakan sebutan untuk Lantamal VIII Bitung.Membawahi Fasharkan Makasssar. Saat ini Danlantamal VI dijabat oleh Brigjen TNI Mar M. Suwandi Tahir
- Pangkalan Utama VII (Lantamal VII) di Kupang, Nusa Tenggara Timur, membawahi Pangkalan Angkatan Laut Mataram, Maumere, Kupang, Tual, dan Aru. Memiliki 1 Pangkalan Udara, di Kupang. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal VII merupakan sebutan untuk Lantamal IV Tanjungpinang. Saat ini Danlantamal VII dijabat oleh Laksma TNI Karma Suta
- Pangkalan Utama VIII (Mako Lantamal VIII) di Manado, Sulawesi Utara, membawahi Pangkalan Angkatan Laut Tarakan, Nunukan, Tahuna, Toli-Toli dan Gorontalo serta satu Pangkalan Udara Angkatan Laut di Manado. Lantamal VIII sebelum 1 Agustus 2006, merupakan sebutan untuk Lantamal IX Ambon.Saat ini Danlantamal VIII dijabat oleh Laksma TNI Guguk Handayani
- Pangkalan Utama IX (Lantamal IX) di Ambon membawahi Pangkalan Angkatan Laut Ternate, Saumlaki , Morotai dan Fasharkan Ambon. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal IX merupakan sebutan untuk Lantamal VII Kupang.Saat ini Danlantamal IX dijabat oleh Laksma TNI Aan Kurnia
- Pangkalan Utama X (Lantamal X) di Jayapura, membawahi Pangkalan Angkatan Laut Sorong, Biak,Lanudal Biak serta satu Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan di Manokwari yang mampu memproduksi KAL 12 dan 28 meter.Saat ini Danlantamal X dijabat oleh Laksma TNI FX. Agus Susilo
- Pangkalan Utama XI (Lantamal XI) di Merauke, Papua membawahi Pangkalan Angkatan Laut Timika dan Aru serta Lanudal Aru.Saat ini Danlantamal XI dijabat oleh Brigjen TNI Mar Heri Setiadi
Kekuatan
Nama kapal yang dimiliki TNI-AL selalu dimulai dengan KRI, singkatan dari Kapal Perang Republik Indonesia. Selain itu juga ada kapal yang diawali dengan KAL, singkatan dari Kapal Angkatan Laut. Suatu sistem penomoran diadopsi guna membedakan tiap Kapal. Nama kapal bervariasi, mulai dari nama Pahlawan, Teluk, hingga binatang.
Setiap kapal dipersenjatai dengan salah satu atau lebih dari berbagai macam persenjataan yang tersedia menurut kelasnya, mulai dari senapan mesin 12,7mm, kanon, meriam hingga peluru kendali.
Saat ini TNI AL memiliki sekitar 68.800 prajurit, termasuk di dalamnya 18.500 personel marinir dan 1.090 penerbangan/personel udara AL. Kekuatan TNI AL secara garis besar sebagai berikut:
Kapal perang
Kapal Republik Indonesia (KRI) berjumlah 132 kapal, KRI, dibagi menjadi tiga kelompok kekuatan:
- Kekuatan Pemukul (Striking Force) terdiri dari 40 KRI yang memiliki persenjataan strategis:
- 2 kapal selam kelas Cakra.
- 6 Fregat kelas Ahmad Yani
- 3 Fregat kelas Fatahillah
- 1 Fregat kelas Ki Hajar Dewantara
- 4 Korvet kelas SIGMA (Ship Integrated Geometrical Modularity Approach)
- 15 Korvet anti kapal selam kelas Parchim
- 2 Kapal cepat rudal (KCR) kelas Clurit
- 4 kapal cepat rudal (KCR) kelas Mandau.
- 2 kapal cepat torpedo (KCT) kelas Ajak.
- 2 kapal (hibah dari Brunei) kelas Salawaku
- 2 buru ranjau (BR) kelas Pulau Rengat.
- Kekuatan Patroli (Patrolling Force) berjumlah 50 KRI.
- 10 kapal FPB buatan PT. PAL kelas Pandrong, 5 diantaranya yang bertipe Nav-5 sudah dipersenjatai dengan rudal
- 1 Kapal cepat buatan Fasharkan TNI AL 40 meter kelas Krait
- 2 Kapal cepat buatan Fasharkan 40 meter kelas Tarihu
- 25 kapal Fiber buatan Fasharkan TNI AL kelas Boa
- 15 kapal PC kelas Sibarau
- Kekuatan Pendukung (Supporting Force) berjumlah 48 KRI, terdiri dari:
- 7 angkut tank (AT) kelas Teluk Langsa
- 4 angkut tank (LST) kelas Teluk Semangka
- 2 angkut tank (LSTM) kelas Teluk Banten
- 14 angkut tank (AT) Kelas Frosch
- 2 angkut tank kelas NSU dan KPG
- 4 Landing Platform Dock (LPD) Kelas Makassar
- 1 markas (MA) kelas Multatuli
- 6 penyapu ranjau (PR) kelas kondor
- 5 bantuan cair minyak (BCM): ARN, SRG, SGG, SMB,BPP
- 1 Bantuan Rumah Sakit (BRS) Kelas dr. Suharso
- 2 bantu tunda (BTD)Kelas Soputan
- 4 bantu umum (BU): KMT, MTW, NTU, WGO
- 1 bantu angkut personel (BAP) kelas Tanjung Kambani
- 2 bantu angkut personel (BAP) kelas Tanjung Nusanive
- 3 bantu hidrooseanografi (BHO) kelas Pulau Rondo
- 1 bantu hidrooseanografi (BHO) kelas Dewa Kembar
- 2 kapal latih.
Sumber : Wikipedia